DOWNLOAD FILE DISINI
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Enzim memiliki peran
sebagai biokatalisator dalam perubahan substansi kimia.Enzim sebagai
biokatalisator berperan mempercepat terjadinya suatu reaksi tetapi tidak ikut
bereaksi.Zat yang dikerjakan oleh enzim disebut substrat, sedangkan hasilnya
disebut dengan produk. Dalam mengkatalis suatu reaksi enzim bersifat sangat
spesifik, sehingga meskipun jumlah enzim ribuan didalam sel-sel dan substratnya
pun sangat banyak, tidak akan terjadi kekeliruan. Apoenzim merupakan bagian
enzim yang merupakan protein, mempunyai struktur 3 dimensi.Bagian yang bukan
protein disebut koenzim.Kompleks apoenzim dengan koenzim disebut haloenzim.
Struktur 3 dimensi pada
enzim tersebut sangat penting untuk aktivitas katalis oleh karena itu perubahan
konformasi yang sedikit saja pada struktur enzim akan mempengaruhi aktivitasnya.
Perubahan struktur enzim dapat disebabkan oleh beberapa faktor.Faktor-faktor
tersebut bisa berpengaruh pada peningkatan atau penurunan kerja enzim terhadap
substratnya.Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas enzim perlu
dipelajari dan diketahui supaya bisa memperkirakan kondisi yang sesuai untuk
bekerjanya suatu enzim tertentu terhadap substratnya. Pada makalah ini, akan
diuraikan tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas kerja enzim
terhadap substratnya.
1.2. Rumusan
Masalah
1. Faktor-faktor
apa sajakah yang berpengaruh terhadap aktivitas enzim?
2. Bagaimana
pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap aktifitas enzim?
1.3. Tujuan
1.
Mengetahui
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas enzim.
2.
Mengetahui
pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap aktifitas enzim.
II. ISI
Enzim adalah protein
yang berperan sebagai katalis dalam metabolisme makhluk hidup.Enzim berperan
untuk mempercepat reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup,
tetapi enzim itu sendiri tidak ikut bereaksi. Enzim berperan secara lebih
spesifik dalam hal menentukan reaksi mana yang akan dipacu dibandingkan dengan
katalisator anorganik sehingga ribuan reaksi dapat berlangsung dengan tidak
menghasilkan produk sampingan yang beracun. Enzim terdiri dari apoenzim dan
gugus prostetik.Apoenzim adalah bagian enzim yang tersusun atas protein.Gugus
prostetik adalah bagian enzim yang tidak tersusun atas protein.Gugus prostetik
dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu koenzim (tersusun dari bahan organik) dan
kofaktor (tersusun dari bahan anorganik).Enzim tak hanya ditemukan dalam
sel-sel manusia dan hewan, namun sel-sel tumbuhan juga memiliki enzim sebagai
salah satu komponen metabolismenya (Kreative, 2011).
Enzim memiliki beberapa
sifat diantaranya:
1. Enzim adalah Protein
Sebagai
protein enzim memiliki sifat seperti protein, yaitu sangat dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan, seperti suhu, pH, konsentrasi substrat. Jika lingkungannya
tidak sesuai, maka enzim akan rusak atau tidak dapat bekerja dengan baik.
2. Bekerja secara khusus/spesifik
Setiap
enzim memiliki sisi aktif yang sesuai hanya dengan satu jenis substrat, artinya
setiap enzim hanya dapat bekerja pada satu substrat yang cocok dengan sisi
aktifnya.
3. Berfungsi sebagai katalis
Meningkatkan
kecepatan reaksi kimia tanpa merubah produk yang diharapkan tanpa ikut bereaksi
dengan substratnya, dengan demikian energi yang dibutuhkan untuk menguraikan
suatu substrat menjadi lebih sedikit.
4. Diperlukan dalam jumlah sedikit
Reaksi
enzimatis dalam metabolisme hanya membutuhkan sedikit sekali enzim untuk setiap
kali reaksi.
5. Bekerja bolak-balik
Enzim
tidak mempengaruhi arah reaksi, sehingga dapat bekerja dua arah
(bolak-balik).Artinya enzim dapat menguraikan substrat menjadi senyawa
sederhana, dan sebaliknya enzim juga dapat menyusun senyawa-senyawa menjadi
senyawa tertentu(Riki, 2012).
Seperti halnya reaksi-reaksi katalis
pada umumnya, maka sebelum terjadisuatu hasil reaksi terlebih dahulu akan
terbentuk suatu kompleks antara katalisator dengan substrat, yaitu kompleks
enzimsubstrat ini terjadi karena enzim pada permukaannya mempunyai suatu
bagianyang reaktif sehingga dapat mengikat substrat. Setelah terbentuk kompleks
enzimsubstrat, maka ikatan-ikatan di dalam substrat cenderung untuk pecah
menjadibeberapa bentuk hasil reaksi dimana enzim dilepaskan kembali untuk
selanjutnyamenangkap substrat yang barukerja enzim tersebut dapat dilihat pada
gambar 1.1 (Winarno dan Fardianz, 1984)
Gambar
2.1 Mekanisme interaksi enzim dengan substrat (Belitz, 1984).
Menurut
Winarno reaksinyadapat dituliskan sebagai berikut :
Energi yang harus diberikan terhadap bahan yang
stabil untuk memulai suatureaksi disebut energi aktifasi (activation energy).
Enzim dapat menaikkankecepatan reaksi dengan cara menurunkan energi aktifasi
tersebut. Menurut teori,sebelum molekul-molekul dapat bereaksi terlebih dahulu
harus melalui suatukonfigurasi aktif (activated state).Pada keadaan konfigurasi
aktif ini molekul-molekulmempunyai energi yang lebih besar daripada
molekul-molekul padakeadaan normal.Energi yang dibutuhkan untuk mencapai
konfigurasi aktif inilahyang disebut energi aktifasi.
Gambar 2.2 Energi
aktifasi dari suatu reaksi enzim (Winarnodan Fardianz,1984)
Pada gambar 2.2 dapat digambarkan energi aktifasi
dari suatu reaksienzim, dapat dilihat molekul pada keadaan normal (A), dan pada
keadaankonfigurasi aktif (B). Pada keadaan konfigurasi aktif tersebut akan
terbentukkompleks enzim-substart (ES). Apabila konfigurasi aktif ini tercapai,
ikatan-ikatandi dalam substrat cenderung untuk pecah menjadi beberapa bentuk hasil
reaksi (C).Energi aktifasi yang dibutuhkan oleh enzim bermacam-macamtergantung
dari macam enzimnya.
Enzim pada umumnya bekerja mempercepat reaksi dengan
caramenurunkan energi aktivasi suatu reaksi, yaitu jumlah energi (kalori)
yangdibutuhkan oleh satu mol senyawa pada suhu tertentu menuju keadaan
aktifnya(Styer, 1984 dalam Mahartantri, 2005). Enzim dikatakan mempunyai sifat
sangatkhas karena hanya bekerja pada substrat tertentu dan bentuk reaksi
tertentu(Girindra, 1986 dalam mahartantri, 2005).Menurut teori, suatu reaksi
yang diberikatalis enzim adalah bolak-balik (reversible), ini berarti
bahwa reaksi dalamkeadaan seimbang. Di dalam suatu reaksi keseimbangan, apabila
salah satu hasilreaksinya yang berupa senyawa organik atau energi menjadi
berkurang, maka arahreaksi keseimbangan tersebut akan menuju ke hasil yang
berkurang. Di dalamprakteknya, reaksi-reaksi enzim hanya berjalan satu arah (irreversible),
karena didalam reaksi oksidasi-reduksi energi yang dibentuk pada permulaan
reaksi sudahcukup untuk menyelesaikan seluruh reaksi sehingga mencapai hasil
akhir(Winarno dan Fardianz, 1984).
Hubungan antara substrat dengan enzim
hanya terjadi pada bagian atau tempat tertentu saja. Tempat atau bagian enzim
yang mengadakan hubungan atau kontak dengan substrat dinamai bagian aktif (actif
site). Sisi aktif ini disebut juga sisi katalitik atau sisi
pengikatan substrat. Sisi aktif memiliki gugus fungsional spesifik untuk
pengikatan molekul substrat spesifik. Ada dua model sisi aktif dalam
hubungannya dengan pengikatan substrat yakni:
1. Model Kunci dan anak kunci (Lock and Key), model
ini dikemukakan oleh Fisher, artinya pengikatan substrat dan enzim ditentukan
oleh persisnya struktur sisi aktif dan substrat. Sering disebut model kaku
karena hanya berguna untuk menerangkan mekanisme kerja enzim-enzim tertentu.
2. Model Induced-fit, diajukan oleh Daniel Koshland.
Merupakan model yang luwes karena sisi pengikat substrat bukan merupakan
struktur yang kaku. Sisi aktifnya dapat mengalami perubahan konformasi sampai
membentuk kedudukan yang tepat agar enzim dan substrat membentuk ikatan.
Hubungan hanya mungkin terjadi apabila bagian aktif mempunyai ruang yang
tepat dapat menampung substrat. Apabila substrat mempunyai bentuk atau
konformasi lain, maka tidak dapat ditampung pada bagian aktif suatu enzim.
Dalam hal ini enzim itu tidak dapat berfungsi terhadap substrat. Hal ini
menjelaskan mengapa tiap enzim mempunyai kekhasan terhadap substrat tertentu (Hamid,2012).
Terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim. MenurutRodwell (1988), faktor utama
yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah suhu,pH, konsentrasi enzim,
konsentrasi substrat, dan adanya aktivator dan inhibitor.
1.
Pengaruh suhu
Enzim mempercepat terjadinya reaksi kimia pada suatu
sel hidup. Dalambatas-batas suhu tertentu, kecepatan reaksi yang dikatalisis
enzim akan naik bila suhunya naik. Reaksi yang paling cepat terjadi pada suhu
optimum(Rodwell,1988). Oleh karena itu, penentuan suhu optimum aktivitas enzim
sangat perlu karena apabila suhu terlalu rendah maka kestabilan enzim
tinggitetapi aktivitasnya rendah, sedangkan pada suhu tinggi aktivitas enzim
tinggi tetapi kestabilannya rendah (Muchtadi, 1992). Namun, kecepatannya akan
menurun drastis pada suhu yang lebih tinggi. Hilangnya aktivitas pada
suhutinggi karena terjadinya perubahan konformasi panas (denaturasi)
enzim.Kebanyakan enzim tidak aktif pada suhu sekitar 55-60oC (Rabyt,
1987). Dalam beberapa keadaan, jika pemanaasan dihentikan dan enzim didinginkan
kembali aktivitasnya akanpulih. Hal ini disebabkan oleh karena proses
denaturasi masih reversible. pH dan zat-zat pelindung dapat mempengaruhi
denaturasi pada pemanasan ini (Syahrul, 2008).
Gambar 2.3 Hubungan antara aktivitas
enzim dan suhu (Syahrul, 2008).
2. Pengaruh
pH
Enzim pada umumnya bersifat amfolitik, yang berarti
enzim mempunyaikonstanta disosiasi pada gugus asam maupun gugus basanya,
terutama padagugus residu terminal karboksil dan gugus terminal aminonya,
diperkirakanperubahan kereaktifan enzim akibat perubahan PH lingkungan
(Winarno,1986).Menurut Tranggono dan Sutardi (1990), Enzim mempunyai
aktivitasmaksimum pada kisaran pH yang disebut pH optimum. Suasana yang
terlaluasam atau alkali akan mengakibatkan denaturasi protein dan hilangnya
secaratotal aktivitas enzim. pH optimum untuk beberapa enzim pada
umumnyaterletak diantara netral atau asam lemah yaitu 4,5-8. pH optimum
sangatpenting untuk penentuan karakteristik enzim. Pada subtrat yang berbeda,enzim
memiliki pH optimum yang berbeda . Menurut Winarno (1986), enzimyang sama
seringkali mempunyai pH optimum yang berbeda, tergantung pada asal enzim
tersebut.Menurut Syahrul (2008) Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim adalah
a. Pada
pH rendah atau tingi, enzim akan mengalami denaturasi.
b. Pada pH rendah atau tinggi, enzim
maupun substrat dapat mengalami perubahan muatan listrik dengan akibat
perubahan aktivitas enzim.
Misalnya suatu reaksi enzim dapat berjalan bila enzim tadi bermuatan negatif (Enz-) dan substratnya bermuatan positif (SH+) :
Misalnya suatu reaksi enzim dapat berjalan bila enzim tadi bermuatan negatif (Enz-) dan substratnya bermuatan positif (SH+) :
Enz- + SH+
-----------> EnzSH
Pada pH rendah Enz-akan bereaksi dengan H+ menjadi enzim yang tidak bermuatan.
Enz- + H+ ------------> Enz-H
Pada pH rendah Enz-akan bereaksi dengan H+ menjadi enzim yang tidak bermuatan.
Enz- + H+ ------------> Enz-H
Demikian pula pada pH tinggi, SH+
yang dapat bereaksi dengan Enz-, maka pada pH yang extrem rendah
atau tinggi konsentrasi efektif SH+ dan Enz- akan
berkurang, karena itu kecepatan reaksinya juga berkurang.
Gambar 2.4
Pengaruh
pH terhadap kecepatan reaksi enzim (Syahrul, 2008).
3. Pengaruh
konsentrasi enzim
Kecepatan
reaksi dalam reaksi enzimatis sebanding dengan konsentrasienzim (Martin, 1983).
Semakin tinggi konsentrasi enzim maka kecepatanreaksi akan semakin meningkat
hingga pada batas konsentrasi tertentu dimanahasil hidrolisis akan konstan
dengan naiknya konsentrasi enzim yangdisebabkan penambahan enzim sudah tidak
efektif lagi (Reed, 1963).
4. Pengaruh
konsentrasi substrat
Kecepatan
reaksi enzimatis pada umumnya tergantung pada konsentrasisubstrat. Kecepatan
reaksi akan meningkat apabila konsentrasi substrat meningkat. Peningkatan
kecepatan reaksi ini akan semakin kecil hinggatercapai suatu titik batas yang
pada akhirnya penambahan konsentrasi subtrat hanya akan sedikit meningkatkan
kecepatan reaksi (Lehninger, 1997). Hal inidisebabkan semua molekul enzim telah
membentuk ikatan kompleks dengansubstrat yang selanjutnya dengan kenaikan
konsentrasi substrat tidakberpengaruh terhadap kecepatan reaksinya (Tranggono
dan Sutardi, 1990).
Gambar
2.5 Kurva hubungan antara konsentrasi substrat dan kecepatan reaksi (Syahrul,
2008).
5. Pengaruh
aktivator dan inhibitor
Beberapa
enzim memerlukan aktivator dalam reaksi katalisnya.Aktivatoradalah senyawa atau
ion yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis.Komponen kimia yang
membentuk enzim disebut juga kofaktor.Kofaktortersebut dapat berupa ion-ion
anorganik seperti Zn, Fe, Ca, Mn, Cu, atau Mgatau dapat pula sebagai molekul
organik kompleks yang disebut koenzim.Pada umumnya ikatan antara senyawa
organik sengan protein enzim itu lemahdan apabila ikatannya kuat disebut gugus
prostetis (Martoharsono, 1984).Selain dipengaruhi oleh adanya adanya aktivator,
aktivator enzim jugadipengaruhi oleh adanya inhibitor.Inhibitor adalah senyawa
atau ion yangdapat menghambat aktivitas enzim (Lehninger, 1997). Contoh
inhibitor : CO, Arsen, Hg, Sianida (Prodi, 2009) .Sifat penghambatan pada enzim
dibagimenjadi limayaitu :
a. Penghambatan
non-spesifik
Protein
pada enzim rusak karena adanya denaturasi atau oleh aktivitashidrolitik.
Denaturasi ini dapat disebabkan oleh kondisi asam atau alkaliyang tinggi dan
dapat pula disebabkan karena timbulnya endapan oleh
asam trikloroasetat (Naily,
2010).
b. Penghambatan
kompetitif
Penghambatan
kompetitif terjadi ketika inhibitordan substrat bersaing memperebutkan sisi
aktif enzim, yang disebabkankarena adanya kemiripan struktur molekul antara
enzim dan substrat(Naily, 2010).Sebagai contoh, metotreksat
adalah inihibitor kompetitif untuk enzim dihidrofolat reduktase.Kemiripan
antara struktur asam folat dengan obat ini ditunjukkan oleh gambar di bawah.Perhatikan
bahwa pengikatan inhibitor tidaklah perlu terjadi pada tapak pengikatan
substrat apabila pengikatan inihibitor mengubah konformasi enzim, sehingga
menghalangi pengikatan substrat.Pada inhibisi kompetitif, kelajuan maksimal
reaksi tidak berubah, namun memerlukan konsentrasi substrat yang lebih tinggi
untuk mencapai kelajuan maksimal tersebut, sehingga meningkatkan Km
(Anonim, 2012).
Gambar 2.6 Koenzim asam
folat (kiri) dan obat anti kanker metotreksat (kanan) (Anonim, 2012).
c. Penghambatan
non-kompetitif
Penghambatan
yang terjadi karena inhibitor bergabung dengan enzim padasisi tertentu selain
sisi aktif, dimana sisi ini penting bagi aktivitas enzim.Sifat penghambatan ini
dipengaruhi oleh konsentrasi inhibitor danpenghambatan tidak dapat diatasi
dengan adanya konsentrasi substrat yangtinggi (Naily, 2010). Inhibitor
non-kompetitif dapat mengikat enzim pada saat yang sama substrat berikatan
dengan enzim. Baik kompleks EI dan EIS tidak aktif.Karena inhibitor tidak dapat
dilawan dengan peningkatan konsentrasi substrat, Vmax reaksi
(Anonim, 2012).
Gambar
2.7 Penghambatan kompetitif dan non-kompetitif (Prodi, 2009).
d.
Penghambatan tak
kompetitif
Pada
inhibisi tak kompetitif, inhibitor tidak dapat berikatan dengan enzim bebas,
namun hanya dapat dengan komples ES.Kompleks EIS yang terbentuk kemudian
menjadi tidak aktif.Jenis inhibisi ini sangat jarang, namun dapat terjadi pada
enzim-enzim multimerik.
(Anonim,
2012).
e. Penghambatan
Campuran
Inhibisis
jenis ini mirip dengan inhibisi non-kompetitif, kecuali kompleks EIS memiliki
aktivitas enzimatik residual (Anonim, 2012).
Gambar 1.Reaksi yang
terjadi pada beberapa penghambatan (Anonim, 2012).
6. Pengaruh
faktor-faktor lain
Enzim dapat dirusak dengan pengocokan, penyinaran
ultraviolet dan sinar-x, sinar-β dan sinar-γ.Untuk sebagian ini disebabkan
karena oxidasi oleh peroxida yang dibentuk pada penyinaran tersebut (Syahrul,
2008).
Pengontrolan aktivitas enzim di dalam sel ada lima
cara utama.
1. Produksi enzim (transkripsi
dan translasi gen enzim) dapat
ditingkatkan atau diturunkan bergantung pada respon sel terhadap perubahan
lingkungan. Bentuk regulase gen ini disebut induksi dan inhibisi
enzim. Sebagai contohnya, bakteri dapat menjadi resistan terhadap antibiotik
seperti penisilinkarena enzim yang disebut beta-laktamase
menginduksi hidrolisis cincin beta-laktam penisilin. Contoh lainnya adalah
enzim dalam hati
yang disebut sitokrom P450 oksidase
yang penting dalam metabolisme obat.
Induksi atau inhibisi enzim ini dapat mengakibatkan interaksi obat.
2. Enzim
dapat dikompartemenkan, dengan
lintasan metabolisme yang berbeda-beda yang terjadi dalam kompartemen sel
yang berbeda. Sebagai contoh, asam lemak
disintesis oleh sekelompok enzim dalam sitosol,
retikulum endoplasma, dan aparat golgi,
dan digunakan oleh sekelompok enzim lainnya sebagai sumber energi dalam mitokondria
melalui β-oksidasi.
3. Enzim
dapat diregulasi oleh inhibitor dan aktivator. Contohnya, produk
akhir lintasan metabolisme seringkali merupakan inhibitor enzim pertama yang
terlibat dalam lintasan metabolisme, sehingga ia dapat meregulasi jumlah produk
akhir lintasan metabolisme tersebut. Mekanisme regulasi seperti ini disebut
umpan balik negatif karena jumlah produk akhir diatur oleh konsentrasi produk
itu sendiri. Mekanisme umpan balik negatif dapat secara efektif mengatur laju
sintesis zat antara metabolit tergantung pada kebutuhan sel. Hal ini membantu
alokasi bahan zat dan energi secara ekonomis dan menghindari pembuatan produk
akhir yang berlebihan. Kontrol aksi enzimatik membantu menjaga homeostasis
organisme hidup.
4. Enzim
dapat diregulasi melalui modifikasi pasca-translasional. Ia dapat meliputi fosforilasi,
miristoilasi, dan glikosilasi.
Contohnya, sebagai respon terhadap insulin,
fosforilasi banyak enzim termasuk glikogen sintase
membantu mengontrol sintesis ataupun degradasi glikogen
dan mengijinkan sel merespon terhadap perubahan kadar gula
dalam darah. Contoh lain modifikasi pasca-translasional adalah pembelahan
rantai polipeptida. Kimotripsin
yang merupakan protease
pencernaan diproduksi dalam keadaan tidak aktif sebagai kimotripsinogen
di pankreas.
Ia kemudian ditranspor ke dalam perut di mana ia diaktivasi. Hal ini
menghalangi enzim mencerna pankreas dan jaringan lainnya sebelum ia memasuki
perut. Jenis prekursor tak aktif ini dikenal sebagai zimogen.
5. Beberapa
enzim dapat menjadi aktif ketika berada
pada lingkungan yang berbeda. Contohnya, hemaglutinin
pada virus influenza menjadi aktif dikarenakan kondisi asam
lingkungan. Hal ini terjadi ketika virus terbawa ke dalam sel inang dan
memasuki lisosom
(Anonim, 2012).
III. KESIMPULAN
Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap aktivitas kerja enzim adalah suhu, pH, konsentrasi enzim,
konsentrasi substrat, inhibitor (zat penghambat) dan aktivator (meningkatkan
aktivitas), serta faktor-faktor lain diantaranya pengocokan, penyinaran
ultraviolet dan sinar-x, sinar-β dan sinar-γ.
IV.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
2012, Enzim, http://wikipedia.enzim.com,
diakses 1 Desember 2012.
Belitz,
H.D and Grosch,W .1984. Food Chemistry.
New York London ParisTokyo: Springer Verlag Berlin Heidelberg.
Hamid, 2012, Laporan
Biokimia Kerja Enzim, http://Retzs’sBlog.com,diakses tanggal 1 desember
2012
Kreative, 2011, Bio-Lyasa
Enzim, http://laporan-enzim.com, diakses tanggal 1 januari 2012.
Lehninger, A.L. 1997. Dasar-dasar Biokimia. Jilid I.
Alih Bahasa: MaggyThenawidjaja. Jakarta: Erlangga.
Mahartantri,
L., 2005. Pembuatan Glukosa Kasar dari Pati BeberapaVarietas/Klon Ubi Jalar
(Ipomea batatas l.) Secara Hidrolisis Enzimatis.Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Jurusan Teknologi hasil
Pertanian FTUnibraw.
Martoharsono,
S.. 1984. Biokimia Jilid 1.
Yogyakarta: UGM Press.
Muchtadi,D.,N.S
Palupi., dan M. Astwan.1992 .Teknologi
PemasakanEkstrusi.PAU Pangan dan Gizi , IPB, Bogor.
Naily,
R, 2010, Pengaruh Konsentrasi Enzim Dan Lama SakarifikasiPada Hidrolisis
Enzimatis Terhadap Produksi SirupGlukosa Dari Pati Ubi Kayu (Manihot Esculenta), skripsi, Jurusan KimiaFakultas Sains Dan Teknologi, Universitas
Islam Negeri (Uin)Maulana Malik Ibrahim, Malang.
Prodi,
2009, Info Enzim, http://infoENZIM:November2009.com,
diakses tanggal 2 November 2012.
Rabyt,
JF and B.J white. 1987.Biochemical
Techniques : Theory And Practice.Brooks/cole California: Publishing
company.
Riki,
Hidayat, 2012, Kumpulan Makalah, http://makalah-enzim.com,
diakses tanggal 1 Desember 2012.
Rodwell,
V.W. 1987. Harper’s Review of
Biochemistry. Alih bahasa: IyanDharmawan Edisi 20. Jakarta: EGC Kedokteran.
Tranggono
dan Sutardi. 1990. Biokimia dan Teknologi
Pasca Panen. PAU Pangandan Gizi. Yogyakarta: UGM Press.
Winarno,
F.G. 1986. Enzim Pangan. Jakarta:
Gramedia.
Winarno,
F.G dan Fardianz, S. 1984. Biofermentasi
dan Biosintesa Protein.Bandung: Angkasa.
No comments:
Post a Comment