salam

chemistry lover

Sunday, 16 December 2012

Faktor Yang Mempengaruhi Aktifitas Enzim

DOWNLOAD FILE DISINI

 I.     PENDAHULUAN


1.1.  Latar Belakang
Enzim memiliki peran sebagai biokatalisator dalam perubahan substansi kimia.Enzim sebagai biokatalisator berperan mempercepat terjadinya suatu reaksi tetapi tidak ikut bereaksi.Zat yang dikerjakan oleh enzim disebut substrat, sedangkan hasilnya disebut dengan produk. Dalam mengkatalis suatu reaksi enzim bersifat sangat spesifik, sehingga meskipun jumlah enzim ribuan didalam sel-sel dan substratnya pun sangat banyak, tidak akan terjadi kekeliruan. Apoenzim merupakan bagian enzim yang merupakan protein, mempunyai struktur 3 dimensi.Bagian yang bukan protein disebut koenzim.Kompleks apoenzim dengan koenzim disebut haloenzim.
Struktur 3 dimensi pada enzim tersebut sangat penting untuk aktivitas katalis oleh karena itu perubahan konformasi yang sedikit saja pada struktur enzim akan mempengaruhi aktivitasnya. Perubahan struktur enzim dapat disebabkan oleh beberapa faktor.Faktor-faktor tersebut bisa berpengaruh pada peningkatan atau penurunan kerja enzim terhadap substratnya.Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas enzim perlu dipelajari dan diketahui supaya bisa memperkirakan kondisi yang sesuai untuk bekerjanya suatu enzim tertentu terhadap substratnya. Pada makalah ini, akan diuraikan tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas kerja enzim terhadap substratnya.
1.2.  Rumusan Masalah
1.      Faktor-faktor apa sajakah yang berpengaruh terhadap aktivitas enzim?
2.      Bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap aktifitas enzim?
1.3.  Tujuan
1.      Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas enzim.
2.      Mengetahui pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap aktifitas enzim.



 II.     ISI

Enzim adalah protein yang berperan sebagai katalis dalam metabolisme makhluk hidup.Enzim berperan untuk mempercepat reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup, tetapi enzim itu sendiri tidak ikut bereaksi. Enzim berperan secara lebih spesifik dalam hal menentukan reaksi mana yang akan dipacu dibandingkan dengan katalisator anorganik sehingga ribuan reaksi dapat berlangsung dengan tidak menghasilkan produk sampingan yang beracun. Enzim terdiri dari apoenzim dan gugus prostetik.Apoenzim adalah bagian enzim yang tersusun atas protein.Gugus prostetik adalah bagian enzim yang tidak tersusun atas protein.Gugus prostetik dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu koenzim (tersusun dari bahan organik) dan kofaktor (tersusun dari bahan anorganik).Enzim tak hanya ditemukan dalam sel-sel manusia dan hewan, namun sel-sel tumbuhan juga memiliki enzim sebagai salah satu komponen metabolismenya (Kreative, 2011).
Enzim memiliki beberapa sifat diantaranya:
1.      Enzim adalah Protein
Sebagai protein enzim memiliki sifat seperti protein, yaitu sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, seperti suhu, pH, konsentrasi substrat. Jika lingkungannya tidak sesuai, maka enzim akan rusak atau tidak dapat bekerja dengan baik.
2.      Bekerja secara khusus/spesifik
Setiap enzim memiliki sisi aktif yang sesuai hanya dengan satu jenis substrat, artinya setiap enzim hanya dapat bekerja pada satu substrat yang cocok dengan sisi aktifnya.
3.      Berfungsi sebagai katalis
Meningkatkan kecepatan reaksi kimia tanpa merubah produk yang diharapkan tanpa ikut bereaksi dengan substratnya, dengan demikian energi yang dibutuhkan untuk menguraikan suatu substrat menjadi lebih sedikit.
4.      Diperlukan dalam jumlah sedikit
Reaksi enzimatis dalam metabolisme hanya membutuhkan sedikit sekali enzim untuk setiap kali reaksi.
5.      Bekerja bolak-balik
Enzim tidak mempengaruhi arah reaksi, sehingga dapat bekerja dua arah (bolak-balik).Artinya enzim dapat menguraikan substrat menjadi senyawa sederhana, dan sebaliknya enzim juga dapat menyusun senyawa-senyawa menjadi senyawa tertentu(Riki, 2012).
Seperti halnya reaksi-reaksi katalis pada umumnya, maka sebelum terjadisuatu hasil reaksi terlebih dahulu akan terbentuk suatu kompleks antara katalisator dengan substrat, yaitu kompleks enzimsubstrat ini terjadi karena enzim pada permukaannya mempunyai suatu bagianyang reaktif sehingga dapat mengikat substrat. Setelah terbentuk kompleks enzimsubstrat, maka ikatan-ikatan di dalam substrat cenderung untuk pecah menjadibeberapa bentuk hasil reaksi dimana enzim dilepaskan kembali untuk selanjutnyamenangkap substrat yang barukerja enzim tersebut dapat dilihat pada gambar 1.1 (Winarno dan Fardianz, 1984)

Gambar 2.1 Mekanisme interaksi enzim dengan substrat (Belitz, 1984).
Menurut Winarno reaksinyadapat dituliskan sebagai berikut :

Energi yang harus diberikan terhadap bahan yang stabil untuk memulai suatureaksi disebut energi aktifasi (activation energy). Enzim dapat menaikkankecepatan reaksi dengan cara menurunkan energi aktifasi tersebut. Menurut teori,sebelum molekul-molekul dapat bereaksi terlebih dahulu harus melalui suatukonfigurasi aktif (activated state).Pada keadaan konfigurasi aktif ini molekul-molekulmempunyai energi yang lebih besar daripada molekul-molekul padakeadaan normal.Energi yang dibutuhkan untuk mencapai konfigurasi aktif inilahyang disebut energi aktifasi.

Gambar 2.2 Energi aktifasi dari suatu reaksi enzim (Winarnodan Fardianz,1984)
Pada gambar 2.2 dapat digambarkan energi aktifasi dari suatu reaksienzim, dapat dilihat molekul pada keadaan normal (A), dan pada keadaankonfigurasi aktif (B). Pada keadaan konfigurasi aktif tersebut akan terbentukkompleks enzim-substart (ES). Apabila konfigurasi aktif ini tercapai, ikatan-ikatandi dalam substrat cenderung untuk pecah menjadi beberapa bentuk hasil reaksi (C).Energi aktifasi yang dibutuhkan oleh enzim bermacam-macamtergantung dari macam enzimnya.
Enzim pada umumnya bekerja mempercepat reaksi dengan caramenurunkan energi aktivasi suatu reaksi, yaitu jumlah energi (kalori) yangdibutuhkan oleh satu mol senyawa pada suhu tertentu menuju keadaan aktifnya(Styer, 1984 dalam Mahartantri, 2005). Enzim dikatakan mempunyai sifat sangatkhas karena hanya bekerja pada substrat tertentu dan bentuk reaksi tertentu(Girindra, 1986 dalam mahartantri, 2005).Menurut teori, suatu reaksi yang diberikatalis enzim adalah bolak-balik (reversible), ini berarti bahwa reaksi dalamkeadaan seimbang. Di dalam suatu reaksi keseimbangan, apabila salah satu hasilreaksinya yang berupa senyawa organik atau energi menjadi berkurang, maka arahreaksi keseimbangan tersebut akan menuju ke hasil yang berkurang. Di dalamprakteknya, reaksi-reaksi enzim hanya berjalan satu arah (irreversible), karena didalam reaksi oksidasi-reduksi energi yang dibentuk pada permulaan reaksi sudahcukup untuk menyelesaikan seluruh reaksi sehingga mencapai hasil akhir(Winarno dan Fardianz, 1984).
Hubungan antara substrat dengan enzim hanya terjadi pada bagian atau tempat tertentu saja. Tempat atau bagian enzim yang mengadakan hubungan atau kontak dengan substrat dinamai bagian aktif (actif site). Sisi  aktif ini disebut juga sisi katalitik atau sisi pengikatan substrat. Sisi aktif memiliki gugus fungsional spesifik untuk pengikatan molekul substrat spesifik. Ada dua model sisi aktif dalam hubungannya dengan pengikatan substrat yakni:
1.      Model Kunci dan anak kunci (Lock and Key), model ini dikemukakan oleh Fisher, artinya pengikatan substrat dan enzim ditentukan oleh persisnya struktur sisi aktif dan substrat. Sering disebut model kaku karena hanya berguna untuk menerangkan mekanisme kerja enzim-enzim tertentu.
2.      Model Induced-fit, diajukan oleh Daniel Koshland. Merupakan model yang luwes karena sisi pengikat substrat bukan merupakan struktur yang kaku. Sisi aktifnya dapat mengalami perubahan konformasi sampai membentuk kedudukan yang tepat agar enzim dan substrat membentuk ikatan.
Hubungan hanya mungkin terjadi apabila bagian aktif mempunyai ruang yang tepat dapat menampung substrat. Apabila substrat mempunyai bentuk atau konformasi lain, maka tidak dapat ditampung pada bagian aktif suatu enzim. Dalam hal ini enzim itu tidak dapat berfungsi terhadap substrat. Hal ini menjelaskan mengapa tiap enzim mempunyai kekhasan terhadap substrat tertentu (Hamid,2012).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim. MenurutRodwell (1988), faktor utama yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah suhu,pH, konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, dan adanya aktivator dan inhibitor.
1.      Pengaruh suhu
Enzim mempercepat terjadinya reaksi kimia pada suatu sel hidup. Dalambatas-batas suhu tertentu, kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim akan naik bila suhunya naik. Reaksi yang paling cepat terjadi pada suhu optimum(Rodwell,1988). Oleh karena itu, penentuan suhu optimum aktivitas enzim sangat perlu karena apabila suhu terlalu rendah maka kestabilan enzim tinggitetapi aktivitasnya rendah, sedangkan pada suhu tinggi aktivitas enzim tinggi tetapi kestabilannya rendah (Muchtadi, 1992). Namun, kecepatannya akan menurun drastis pada suhu yang lebih tinggi. Hilangnya aktivitas pada suhutinggi karena terjadinya perubahan konformasi panas (denaturasi) enzim.Kebanyakan enzim tidak aktif pada suhu sekitar 55-60oC (Rabyt, 1987). Dalam beberapa keadaan, jika pemanaasan dihentikan dan enzim didinginkan kembali aktivitasnya akanpulih. Hal ini disebabkan oleh karena proses denaturasi masih reversible. pH dan zat-zat pelindung dapat mempengaruhi denaturasi pada pemanasan ini (Syahrul, 2008).

Gambar 2.3 Hubungan antara aktivitas enzim dan suhu (Syahrul, 2008).
2.      Pengaruh pH
Enzim pada umumnya bersifat amfolitik, yang berarti enzim mempunyaikonstanta disosiasi pada gugus asam maupun gugus basanya, terutama padagugus residu terminal karboksil dan gugus terminal aminonya, diperkirakanperubahan kereaktifan enzim akibat perubahan PH lingkungan (Winarno,1986).Menurut Tranggono dan Sutardi (1990), Enzim mempunyai aktivitasmaksimum pada kisaran pH yang disebut pH optimum. Suasana yang terlaluasam atau alkali akan mengakibatkan denaturasi protein dan hilangnya secaratotal aktivitas enzim. pH optimum untuk beberapa enzim pada umumnyaterletak diantara netral atau asam lemah yaitu 4,5-8. pH optimum sangatpenting untuk penentuan karakteristik enzim. Pada subtrat yang berbeda,enzim memiliki pH optimum yang berbeda . Menurut Winarno (1986), enzimyang sama seringkali mempunyai pH optimum yang berbeda, tergantung pada asal enzim tersebut.Menurut Syahrul (2008) Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim adalah
a.       Pada pH rendah atau tingi, enzim akan mengalami denaturasi.
b.      Pada pH rendah atau tinggi, enzim maupun substrat dapat mengalami perubahan muatan listrik dengan akibat perubahan aktivitas enzim.
Misalnya suatu reaksi enzim dapat berjalan bila enzim tadi bermuatan negatif (Enz-) dan substratnya bermuatan positif (SH+) :
Enz- + SH+ -----------> EnzSH
Pada pH rendah Enz-akan bereaksi dengan H+ menjadi enzim yang tidak bermuatan.
Enz- + H+ ------------> Enz-H
Demikian pula pada pH tinggi, SH+ yang dapat bereaksi dengan Enz-, maka pada pH yang extrem rendah atau tinggi konsentrasi efektif SH+ dan Enz- akan berkurang, karena itu kecepatan reaksinya juga berkurang.

Gambar 2.4 Pengaruh pH terhadap kecepatan reaksi enzim (Syahrul, 2008).
3.      Pengaruh konsentrasi enzim
Kecepatan reaksi dalam reaksi enzimatis sebanding dengan konsentrasienzim (Martin, 1983). Semakin tinggi konsentrasi enzim maka kecepatanreaksi akan semakin meningkat hingga pada batas konsentrasi tertentu dimanahasil hidrolisis akan konstan dengan naiknya konsentrasi enzim yangdisebabkan penambahan enzim sudah tidak efektif lagi (Reed, 1963).
4.      Pengaruh konsentrasi substrat
Kecepatan reaksi enzimatis pada umumnya tergantung pada konsentrasisubstrat. Kecepatan reaksi akan meningkat apabila konsentrasi substrat meningkat. Peningkatan kecepatan reaksi ini akan semakin kecil hinggatercapai suatu titik batas yang pada akhirnya penambahan konsentrasi subtrat hanya akan sedikit meningkatkan kecepatan reaksi (Lehninger, 1997). Hal inidisebabkan semua molekul enzim telah membentuk ikatan kompleks dengansubstrat yang selanjutnya dengan kenaikan konsentrasi substrat tidakberpengaruh terhadap kecepatan reaksinya (Tranggono dan Sutardi, 1990).

Gambar 2.5 Kurva hubungan antara konsentrasi substrat dan kecepatan reaksi (Syahrul, 2008).
5.      Pengaruh aktivator dan inhibitor
Beberapa enzim memerlukan aktivator dalam reaksi katalisnya.Aktivatoradalah senyawa atau ion yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis.Komponen kimia yang membentuk enzim disebut juga kofaktor.Kofaktortersebut dapat berupa ion-ion anorganik seperti Zn, Fe, Ca, Mn, Cu, atau Mgatau dapat pula sebagai molekul organik kompleks yang disebut koenzim.Pada umumnya ikatan antara senyawa organik sengan protein enzim itu lemahdan apabila ikatannya kuat disebut gugus prostetis (Martoharsono, 1984).Selain dipengaruhi oleh adanya adanya aktivator, aktivator enzim jugadipengaruhi oleh adanya inhibitor.Inhibitor adalah senyawa atau ion yangdapat menghambat aktivitas enzim (Lehninger, 1997). Contoh inhibitor : CO, Arsen, Hg, Sianida (Prodi, 2009) .Sifat penghambatan pada enzim dibagimenjadi limayaitu :
a.       Penghambatan non-spesifik
Protein pada enzim rusak karena adanya denaturasi atau oleh aktivitashidrolitik. Denaturasi ini dapat disebabkan oleh kondisi asam atau alkaliyang tinggi dan dapat pula disebabkan karena timbulnya endapan oleh
asam trikloroasetat (Naily, 2010).
b.      Penghambatan kompetitif
Penghambatan kompetitif terjadi ketika inhibitordan substrat bersaing memperebutkan sisi aktif enzim, yang disebabkankarena adanya kemiripan struktur molekul antara enzim dan substrat(Naily, 2010).Sebagai contoh, metotreksat adalah inihibitor kompetitif untuk enzim dihidrofolat reduktase.Kemiripan antara struktur asam folat dengan obat ini ditunjukkan oleh gambar di bawah.Perhatikan bahwa pengikatan inhibitor tidaklah perlu terjadi pada tapak pengikatan substrat apabila pengikatan inihibitor mengubah konformasi enzim, sehingga menghalangi pengikatan substrat.Pada inhibisi kompetitif, kelajuan maksimal reaksi tidak berubah, namun memerlukan konsentrasi substrat yang lebih tinggi untuk mencapai kelajuan maksimal tersebut, sehingga meningkatkan Km (Anonim, 2012).

Gambar 2.6 Koenzim asam folat (kiri) dan obat anti kanker metotreksat (kanan) (Anonim, 2012).
c.       Penghambatan non-kompetitif
Penghambatan yang terjadi karena inhibitor bergabung dengan enzim padasisi tertentu selain sisi aktif, dimana sisi ini penting bagi aktivitas enzim.Sifat penghambatan ini dipengaruhi oleh konsentrasi inhibitor danpenghambatan tidak dapat diatasi dengan adanya konsentrasi substrat yangtinggi (Naily, 2010). Inhibitor non-kompetitif dapat mengikat enzim pada saat yang sama substrat berikatan dengan enzim. Baik kompleks EI dan EIS tidak aktif.Karena inhibitor tidak dapat dilawan dengan peningkatan konsentrasi substrat, Vmax reaksi (Anonim, 2012).

Gambar 2.7 Penghambatan kompetitif dan non-kompetitif (Prodi, 2009).

d.      Penghambatan tak kompetitif
Pada inhibisi tak kompetitif, inhibitor tidak dapat berikatan dengan enzim bebas, namun hanya dapat dengan komples ES.Kompleks EIS yang terbentuk kemudian menjadi tidak aktif.Jenis inhibisi ini sangat jarang, namun dapat terjadi pada enzim-enzim multimerik.
(Anonim, 2012).
e.       Penghambatan Campuran
Inhibisis jenis ini mirip dengan inhibisi non-kompetitif, kecuali kompleks EIS memiliki aktivitas enzimatik residual (Anonim, 2012).

Gambar 1.Reaksi yang terjadi pada beberapa penghambatan (Anonim, 2012).
6.      Pengaruh faktor-faktor lain
Enzim dapat dirusak dengan pengocokan, penyinaran ultraviolet dan sinar-x, sinar-β dan sinar-γ.Untuk sebagian ini disebabkan karena oxidasi oleh peroxida yang dibentuk pada penyinaran tersebut (Syahrul, 2008).
Pengontrolan aktivitas enzim di dalam sel ada lima cara utama.
1.      Produksi enzim (transkripsi dan translasi gen enzim) dapat ditingkatkan atau diturunkan bergantung pada respon sel terhadap perubahan lingkungan. Bentuk regulase gen ini disebut induksi dan inhibisi enzim. Sebagai contohnya, bakteri dapat menjadi resistan terhadap antibiotik seperti penisilinkarena enzim yang disebut beta-laktamase menginduksi hidrolisis cincin beta-laktam penisilin. Contoh lainnya adalah enzim dalam hati yang disebut sitokrom P450 oksidase yang penting dalam metabolisme obat. Induksi atau inhibisi enzim ini dapat mengakibatkan interaksi obat.
2.      Enzim dapat dikompartemenkan, dengan lintasan metabolisme yang berbeda-beda yang terjadi dalam kompartemen sel yang berbeda. Sebagai contoh, asam lemak disintesis oleh sekelompok enzim dalam sitosol, retikulum endoplasma, dan aparat golgi, dan digunakan oleh sekelompok enzim lainnya sebagai sumber energi dalam mitokondria melalui β-oksidasi.
3.      Enzim dapat diregulasi oleh inhibitor dan aktivator. Contohnya, produk akhir lintasan metabolisme seringkali merupakan inhibitor enzim pertama yang terlibat dalam lintasan metabolisme, sehingga ia dapat meregulasi jumlah produk akhir lintasan metabolisme tersebut. Mekanisme regulasi seperti ini disebut umpan balik negatif karena jumlah produk akhir diatur oleh konsentrasi produk itu sendiri. Mekanisme umpan balik negatif dapat secara efektif mengatur laju sintesis zat antara metabolit tergantung pada kebutuhan sel. Hal ini membantu alokasi bahan zat dan energi secara ekonomis dan menghindari pembuatan produk akhir yang berlebihan. Kontrol aksi enzimatik membantu menjaga homeostasis organisme hidup.
4.      Enzim dapat diregulasi melalui modifikasi pasca-translasional. Ia dapat meliputi fosforilasi, miristoilasi, dan glikosilasi. Contohnya, sebagai respon terhadap insulin, fosforilasi banyak enzim termasuk glikogen sintase membantu mengontrol sintesis ataupun degradasi glikogen dan mengijinkan sel merespon terhadap perubahan kadar gula dalam darah. Contoh lain modifikasi pasca-translasional adalah pembelahan rantai polipeptida. Kimotripsin yang merupakan protease pencernaan diproduksi dalam keadaan tidak aktif sebagai kimotripsinogen di pankreas. Ia kemudian ditranspor ke dalam perut di mana ia diaktivasi. Hal ini menghalangi enzim mencerna pankreas dan jaringan lainnya sebelum ia memasuki perut. Jenis prekursor tak aktif ini dikenal sebagai zimogen.
5.      Beberapa enzim dapat menjadi aktif ketika berada pada lingkungan yang berbeda. Contohnya, hemaglutinin pada virus influenza menjadi aktif dikarenakan kondisi asam lingkungan. Hal ini terjadi ketika virus terbawa ke dalam sel inang dan memasuki lisosom (Anonim, 2012).




 III.   KESIMPULAN

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas kerja enzim adalah suhu, pH, konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, inhibitor (zat penghambat) dan aktivator (meningkatkan aktivitas), serta faktor-faktor lain diantaranya pengocokan, penyinaran ultraviolet dan sinar-x, sinar-β dan sinar-γ.


IV.            DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012, Enzim, http://wikipedia.enzim.com, diakses 1 Desember 2012.
Belitz, H.D and Grosch,W .1984. Food Chemistry. New York London ParisTokyo: Springer Verlag Berlin Heidelberg.
Hamid, 2012, Laporan Biokimia Kerja Enzim, http://Retzs’sBlog.com,diakses tanggal 1 desember 2012
Kreative, 2011, Bio-Lyasa Enzim, http://laporan-enzim.com, diakses tanggal 1 januari 2012.
Lehninger, A.L. 1997. Dasar-dasar Biokimia. Jilid I. Alih Bahasa: MaggyThenawidjaja. Jakarta: Erlangga.
Mahartantri, L., 2005. Pembuatan Glukosa Kasar dari Pati BeberapaVarietas/Klon Ubi Jalar (Ipomea batatas l.) Secara Hidrolisis Enzimatis.Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Jurusan Teknologi hasil Pertanian FTUnibraw.
Martoharsono, S.. 1984. Biokimia Jilid 1. Yogyakarta: UGM Press.
Muchtadi,D.,N.S Palupi., dan M. Astwan.1992 .Teknologi PemasakanEkstrusi.PAU Pangan dan Gizi , IPB, Bogor.
Naily, R, 2010, Pengaruh Konsentrasi Enzim Dan Lama SakarifikasiPada Hidrolisis Enzimatis Terhadap Produksi SirupGlukosa Dari Pati Ubi Kayu (Manihot Esculenta), skripsi, Jurusan KimiaFakultas Sains Dan Teknologi, Universitas Islam Negeri (Uin)Maulana Malik Ibrahim, Malang.
Prodi, 2009, Info Enzim, http://infoENZIM:November2009.com, diakses tanggal 2 November 2012.
Rabyt, JF and B.J white. 1987.Biochemical Techniques : Theory And Practice.Brooks/cole California: Publishing company.
Riki, Hidayat, 2012, Kumpulan Makalah, http://makalah-enzim.com, diakses tanggal 1 Desember 2012.
Rodwell, V.W. 1987. Harper’s Review of Biochemistry. Alih bahasa: IyanDharmawan Edisi 20. Jakarta: EGC Kedokteran.
Syahrul, D, 2008, Enzim, http://healthycau’s:11/13/08, diakses tanggal 1 Desember 2012.
Tranggono dan Sutardi. 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. PAU Pangandan Gizi. Yogyakarta: UGM Press.
Winarno, F.G. 1986. Enzim Pangan. Jakarta: Gramedia.
Winarno, F.G dan Fardianz, S. 1984. Biofermentasi dan Biosintesa Protein.Bandung: Angkasa.

No comments:

Post a Comment

Test Footer